Subang Cybernasa - Partisipasi dan peran masyarakat sangat di butuhkan dalam menyeimbangi era globalisasi dan era digitalisasi sekarang ini.Kontitusi dan undang-undang tentang desa sudah dengan gamblang peran masyarakat sebagai control (mengawasi) setiap bentuk kegiatan terutama menyangkut uang yang direalisasikan oleh pemerintah desa dan uang tersebut bersumber dari uang rakyat ( APBB, APBD) yang harus benar-benar di realisasikan dan dapat di pertanggung jawabkan dengan transparan dan fair kepada badan atau inspektorat daerah (IRDA).
Pertanyaan apa boleh masyarakat mengawasi dari setiap anggaran yang di realisasikan ke desa? Dengan tegas undang-undang pasal 68 ayat 1 tahun 2014 tentang desa hal masyarakat di tegaskan sebagai berikut meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaran pemerintahan desa pelaksanaan pembangunan desa pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Lantas kenapa oknum Kepala Desa (Kades) alergi di kritik di awasi oleh masyarakat? Bahkan masyarakat yang mengkritik dan mengawasi terhadap kebijakan kepala desa, banyak mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan,di benci, di asingkan. dijegal,dipitnah.
Dan ironisnya di persulit dari segala kebutuhannya di desa dan ini fakta sampai ada bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah (BPNT, BLT) tidak di berinya?
Apa oknum kades yang demikian termasuk Kades yang tidak mengkaji, membaca isi dari undang-undang tentang desa? Atau ego sektoral? Apa benar-benar kades tidak cermat? Atau karena SDM nya? Atau kumaha aing (red Sunda) ?
Ingat pak kades anda anda ini duduknya di kursi kepala desa itu bukan datang dan dapat dari wangsit ing dewata.Tapi dari aspirasi masyarakat.(Kades dipilih oleh rakyat) daulat ada di rakyat.
Jangan terkesan kades vs masyarakat? Kades bekerja dengan undang-undang yang membuat undang-undang itu rakyat yang ada di parlemen. Harusnya anda bekerja dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat dan jangan sebaliknya bekerja untuk ngumpul kan pundi-pundi uang masuk ke kocek kadesnya?
Apa tidak ada nya supervisi dan pembinaan dari dinas terkait sehingga oknum kades ini alergi di awasi oleh masyarakat?
Bukan hanya krisis kepercayaan itu kepada oknum kades tapi krisis kepercayaan terhadap badan pengawasan desa ( BPD) pun jadi sorotan tajam.
Beragam opini dari masyarakat. Terkesan oknum BPD ada yang ber opini jadi kacungnya kades? Jadi remotnya kades. Bahkan BPD terkesan jadi badan pembuat dosa (BPD)?
Tidak efektif dan optimalnya pungsi BPD di desa sehingga BPD jadi ocehan sumir karena kinerjanya yang tidak pro rakyat. Padahal duduknya jadi BPD bukan di pilih oleh Kepala Desa tapi di pilih oleh rakyat.
Dalam undang-undang tentang desa pasal 55 No 6 tahun 2014 bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa (Perdes) bersama dengan kepala desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Ini fungsi BPD yang tertuang dalam undang-undang tentang desa. BPD di lantik bukan oleh Kades tapi oleh Bupati. Ada apa yah kenapa pungsi BPD tidak optimal? Kenapa? Ada apa? Kami lebih percaya terhadap pengawasan masyarakat. Kalau bukan kita-kita sebagai masyarakat yang mengawasi tentang kinerja kepala desa?
Penulis Oki Haidarsah 15/07/2024
Tags
umum